2 Mei 2013

Entah

"tidak butuh penyesalan jika kita masih mengeja saat mereka sudah membaca. Karena yang lebih penting adalah apa yang kita eja dan apa yang mereka baca"

Kuharap kalimat diatas mampu menyelipkan sisa-sisa asa dalam saraf jenuhku. Tak tahu lagi bagaimana mendeskripsikan kepenatan ini. Tak tahu lagi harus bagaimana saat membayangkan ujung nasib yang, hm, abu-abu. 

Beberapa hari yang lalu aku berjumpa dengannya, adalah salah satu teman baikku. Di sebuah ruangan di dalam perpustakaan, kutemani dia mengerjakan tugas kuliahnya. Tugasnya sangat banyak. Namun dia menikmatinya. Lalu kulontarkan beberapa pertanyaan mengenai materi perkuliahannya. Ada keluhan dalam setiap penjelasannya, namun tetap saja dia menikmatinya. Dia balik bertanya kepadaku. Ha-ha-ha, ingin rasanya aku tertawa. 
"... entahlah. Semakin kesini, materiku perkuliahanku semakin mengada-ada," berikut potongan kalimatku saat menjawab pertanyaannya. 
"Hahahahaha. Tenang Nuu, masih ada kesempatan. Masuk di jurusanku saja," ujarnya. 

Menyesal. Aduh, kenapa dulunya aku memilih itu? Kenapa dulunya aku tidak belajar sungguh-sungguh? Bukan, ini bukan masalah penyesalan. Kalaupun aku mampu menjelma ke masa lalu, pilihanku tetap. Sungguh. Hanya saja, hmmm.... entahlah.

Sejak di bangku Taman Kanak-kanak, kita disuguhi perhitungan. Hingga menginjak bangku Sekolah Menengah Atas, kita tetap disuguhi materi perhitungan. Tiga belas tahun, dan aku menyukainya. Lalu, kucoba menapaki jejak jalan yang kusukai. Pagi, siang, malam, kulalui. Setiap hari. Sampai suatu saat aku lelah, hingga berhari-hari. Aku tertinggal, namun aku masih menyemangati diri. Berjalan lagi, namun tak pasti. Sampai akhirnya jenuh seperti ini. 

Sudah sepatutnya aku menyesal atas setiap tindakan buruk di masa lalu. Namun, menyesal karena telah memilih jalan ini kurasa tidak perlu. "Hidup ini adalah sebuah pembelajaran, dan jika kita berniat ke masa lalu untuk mengubahnya, itu namanya bukan pembelajaran," kata seseorang. Mungkin ini waktunya untuk mengistirahatkan kepala yang terus menderu deras sejenak. Semoga tidak ada kejenuhan lagi setelahnya ... :')

Sore hari, rintik hujan menemani. Begitu juga di pipi.

Tidak ada komentar: