25 November 2013

Malam Ramah Tamah

Malam semakin larut. Senior-senior dari berbagai angkatan mulai berdatangan. Teman-teman pengurus menyambut mereka dengan ramah. Adik-adik panitia mulai repot menyiapkan servis serta hidangan. Aula sesak akan manusia.

Pukul sepuluh malam, acara malam ramah tamah diselenggarakan. Dosen, alumni, warga, pengurus, panitia, peserta, semuanya berkumpul. Saya duduk menghadap peserta, bersama rombongan teman pengurus yang lain. Dari perkenalan beberapa alumni, berlangsunglah tebak-tebakan angkatan bersama para peserta. Suasana mulai menggelikan tatkala dua orang peserta berasumsi bahwa kak Eros (angkatan 2005), masuk di Unhas pada tahun 1999. 

Selanjutnya, sharing ke-Matematika-an. Kak Eros menyuruh setiap peserta untuk menaikkan jari berdasarkan pilihan ke berapakah jurusan Matematika saat mereka ingin mendaftar. Wah, ternyata lumayan banyak yang memilih Matematika sebagai pilihan pertama. Saya sempat terkejut ketika melihat seorang peserta menaikkan jarinya membentuk angka empat. Ow, jalur tertulis sekarang bisa mengambil empat pilihan, yah.

Dari empat ragam jawaban, tersisa tujuh peserta yang menaikkan kedua tangannya. Mereka adalah peserta yang melulusi sebuah jalur masuk di kampus dengan pilihan maksimal dua prodi. Kak Eros pun menyodorkan sebuah pertanyaan yang ditujukan untuk tiga orang dari mereka. "Kalian mau jadi apa setelah lulus dari jurusan Matematika?"

"mau jadi owner Lembaga Bimbingan Belajar, kak." - Peserta 1
"mau jadi pegawai Badan Pusat Statistika, kak." - Peserta 2
"mau jadi apa saja, yang penting halal." - Peserta 3

Seisi ruangan terkekeh.

Seorang mahasiswi tahun ketiga juga ikut terkekeh. Pertanyaan demi pertanyaan berotasi di ruang pikirnya. Mau jadi apa setelah lulus nanti? Ah, bukan. Mampukah saya lulus? *masih sambil terkekeh*

photo by kak @trihairil


25 November 2013, dini hari
Pelatihan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar XX
Gedung LPTQ Talasalapang

20 November 2013

Menunggu Bulan

Semuanya bermula ketika saya menghadiri kegiatan "Kampanye Indonesia Menulis" pada hari Sabtu bersama utusan dari komunitas kepenulisan di Makassar. Setiap peserta yang ingin memasuki ruangan diberikan paket souvenir yang berisi buku panduan, buku catatan, alat tulis, serta rundown acara. Tiba-tiba Kak Syahrir, salah seorang senior di FLP, menghampiri saya dan memamerkan kantongannya. "Nuu, isi kantonganmu apa saja?" "Kenapa kah, Kak? Sama semua jih kayaknya deh..." "Ah, masa? Punyaku ada giniannya loh," sambil mengeluarkan sebuah buku.

OMO!

"Menunggu Bulan" merupakan judul antologi cerita pendek dari 20 cerpenis yang tergabung dalam komunitas Forum Lingkar Pena Ranting Universitas Hasanuddin. Kebetulan, saya salah satu diantaranya. Sejak Desember telah dilakukan penyeleksian naskah dan memakan waktu yang cukup lama. Saya mengirim tiga cerpen, dan sejujurnya saya tidak menjagokan cerpen berjudul "Kamu dan Matematika" yang pada akhirnya berhasil lolos pada penyeleksian tersebut.

Hampir semua cerpen yang terhimpun dalam "Menunggu Bulan" bertemakan cinta. Yaaa boleh jadi karena para cerpenis memang masih berusia muda, dan karena cinta merupakan subject matter universal yang daya pukaunya tak pernah pupus. Mengutip dari pengantar cinta dalam "Menunggu Bulan", terdapat satu hal yang sulit dibantah, yakni kenyataan yang menunjukkan bahwa cinta yang disajikan dalam antologi tersebut bukanlah cinta murahan, melainkan sebuah bisikan lembut yang seolah-olah berkata: cintailah manusia, namun lebih cintailah Yang Menciptakannya.

Ketika acara berakhir, teman-teman FLP pun mempromosikan antologi "Menunggu Bulan" kepada pemateri handal di depan, di antaranya Mas FX Rudi Gunawan (sastrawan), Ibu Pangestu Ningsih (perwakilan dari penerbit Mizan), serta Ibu Poppy Savitri (sekretaris Ditjen Ekonomi Kreatif berbasis Media dan IPTEK). Dan yang sangat mengharukan, mereka meminta kesediaan saya dan beberapa teman lain yang tulisannya dimuat dalam antologi tersebut untuk menandatangani buku mereka. Wow!


Salam Kreatif :)

Saat saya memutuskan untuk bergabung di Forum Lingkar Pena, keinginan saya semata-mata hanya ingin belajar mengenai cara menulis yang baik. Tak pernah terlintas di khayalan saya untuk menghasilkan karya, apalagi untuk dimuat dalam sebuah buku. Tak pernah terlintas sedikit pun di pikiran saya bahwa pada akhirnya antologi ini terbit. Terbitnya antologi ini adalah hal yang luar biasa bagi saya pribadi.


Rifkah - K'Isma - Ahmad - Ranti - Nunuu - Ainun


Semoga warna-warni dalam "Menunggu Bulan" dapat membuka peluang untuk diperbincangkan secara panjang lebar. Semoga "Menunggu Bulan" dapat memberikan sesuatu yang berbekas pun berguna untuk para pembaca.
Terima kasih. Selamat membaca.

(Husna, Aninda, Fauziah, Khatmi) dan Menunggu Bulan

6 November 2013

Hello, Justin!

Justin. Nama yang saya kutip dari pelantun lagu 'Mirror'. Saya mengusulkan nama itu untuk menyamarkan seseorang yang akhir-akhir ini selalu menghadirkan jutaan debar yang sulit saya pahami. Berawal dari ketidaksengajaan saya menangkap sepasang mata dari pantulan cermin, hingga akhirnya sengaja mencuri pandang di hari dan waktu yang selalu saya (dan mungkin ia) nantikan.

Justin. Ia tak setampan Adly Fayruz, pun tak sekekar Taecyeon '2PM'. Tak pula ramai diperbincangkan, disanjung, apalagi dipuji. Diam adalah sapaan akrab yang ia berikan dari jauh maupun dekat. Meskipun begitu, belakangan ini saya sangat tertarik untuk selalu membahas tentangnya. 

Justin. Di kalangan kami, ia terbilang cerdas dan cukup mempesona. Dan sebaliknya saya, hanya huru-hara dan kebisingan yang mampu saya hadirkan. Kami berbeda, layaknya sosok yang mendewakan hening serta sosok lainnya yang gemar akan macet. Namun, tenang saja. Kita masih dalam satu langit yang sama. Langit yang mungkin sengaja mempertemukan kita.

Justin. Tahukah kau jika kuberi nama Justin? Sadarkah kau bahwa di setiap Kamis pagi semangat belajarku membumbung tinggi? Ah, apa pedulinya kamu. Maaf jika selama ini saya kelihatan mengganggu, cukup kau sadar bahwa ada yang sedang menunggu. Tenang saja, anganku terlalu rancap untuk kau telan buru-buru. 

Justin. Semoga kita didekatkan...

2 November 2013

Surat Datang di Bulan Oktober

Tepat seminggu yang lalu, saya dikagetkan dengan hadirnya sepucuk surat di kamar. Saat melihat nama pengirimnya, jujur saya senang. Adalah salah satu blogger yang tulisannya selalu meramaikan dasbor saya beberapa tahun terakhir ini. Surat tersebut merupakan surat balasan dari #SuratBulanJuli yang sempat saya kirim di bulan kelahirannya. 


Sama halnya si pengirim, saya pun terharu ketika membaca tulisan dari kenalan yang terikat secara emosi, meski belum pernah bertatap muka. Terlebih lagi, surat ini hadir di bulan Oktober, bulan kelahiran saya. 

Terima kasih, Juandha. Mengutip kalimatmu, semoga ada kesempatan untuk kita bertemu dan bersahabat di dunia nyata. Makasih juga untuk kado imutnya :')