24 September 2013

Tahun Ketiga

Tahun ini adalah tahun ketiga di mana saya masih berstatus sebagai mahasiswa. Tak ada perubahan yang mencolok, cukup adik-adik tingkat yang semakin bertambah serta minimnya waktu meski itu hanya untuk berleyeh-leyeh di kelas. Pada pekan pertama dan kedua saya memulai rutinitas di kampus, saya sampai terkejut ketika menghadapi jadwal kuliah dan agenda rapat di berbagai tempat berbenturan. Tidak hanya itu, tugas berseliweran berbanding lurus dengan isi kepala yang juga awut-awutan.

Nah, di semester ini saya mengambil sebuah mata kuliah wajib yang bernama Pengantar Analisis Real. Dengar-dengar dari beberapa senior, mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah yang paling sulit dimengerti oleh mahasiswa jurusan Matematika. Salah seorang senior yang lumayan pandai saja sampai berujar, "Mengapa kita harus belajar analisis real?". Entahlah, kak.

Untuk mata kuliah yang satu ini, saya sampai berunding bersama teman terdekat untuk menentukan kelas terbaik sekaligus mengompakkan teman-teman lainnya yang juga menjadi penghuni kelas kami. Pertemuan pertama berjalan dengan rumit namun tetap lancar. Di pertemuan selanjutnya, ketika sang ketua kelas memberikan absen, nama saya menghilang dan secara sepihak dipindahkan ke kelas lain. Dengan alasan agar setiap kelas berimbang jumlahnya, keluhan saya pada staf tata usaha tak dihiraukan. Saya tidak tahu apakah ini merupakan pengaplikasian dari materi permutasi apa tidak. Jika ya, oh malangnya diri ini.

Sebagai contohnya, soal Analisis Real yang biasa kami singkat dengan sebutan Aril, seperti berikut: Mengapa 1+1=2 merupakan sebuah pernyataan yang benar? Dan, soal tersebut harus dijawab dengan pembuktian, teorema, penyangkal, dan semacamnya. Bukan main. Kini saya tahu, mengapa Aril yang selalu diperbincangkan, mengapa Aril yang selalu dipermasalahkan, mengapa Aril...

Saya pernah membaca beberapa kutipan, dan favorit saya adalah kutipan dari M. Anis Matta,

Jika cinta adalah matematika
maka yang mencintai kita akan
mengalikan kebahagiaan sampai tak hingga
membagi kesedihan hingga tak berarti
menambah keyakinan hingga utuh
mengurang keraguan hingga habis...

Jika cinta adalah matematika, maka satu ditambah satu tidak hanya menghasilkan dua, melainkan tiga, empat, dan seterusnya.. heheu ~ Nunuu, anti Analisis Real


mahasiswa tahun ketiga.
Riza - Nunuu - Ainun - Nita

6 komentar:

Anonim mengatakan... Balas

saya pernah dapat ceramah dari salah satu dosenmu, "kuliah itu tidak seperti sekolah. tidak lagi perlu banyak belajar. kuliah tidak lagi satu tambah satu sama dengan berapa, tapi mengapa satu tambah satu sama dengan dua."

Mutiara Zela mengatakan... Balas

Semoga semester berikutnya saya tidak pernah bertemu Aril ;D

cumi-cumi! mengatakan... Balas

Hai, anonim. Yap, itu benar. Sebab di bangku kuliah kita diajarkan bagaimana cara berpikir struktur serta bagaimana menyelesaikan masalah dengan proses pembuktian. Dan, salah seorang dosen yang kau maksud tidak lain adalah orang yang mengajarkan saya mengapa satu tambah satu sama dengan dua :')

cumi-cumi! mengatakan... Balas

Zela: Hahaha, waspadalah... waspadalah... mata kuliah ini akan selalu memancingmu untuk menjawab soal-soal dengan bualan, "karena takdir :v" :))

Laorensia Oktavia Rajuni mengatakan... Balas

tadi saya liat itu Anis Matta di berita, kasus suap daging sapi fathanah -,- *salahfokus*

cumi-cumi! mengatakan... Balas

Tha: salah fokusmu kelewatan, tha -.-