5 September 2013

Selamat Berjuang, Amsky.

Namanya Rahmawati Nasir. Dia merupakan murid pindahan di kelas saya saat saya menginjak kelas 3 SD. Karena sebagian besar guru di sekolah memanggil saya Rahmah, maka sejak kedatangan Rahma, mereka agak kesusahan untuk membedakan nama saya dengan namanya. Saya masih ingat jelas ketika salah seorang guru harus memanggil saya Rahma 1 dan Rahma 2 untuk Rahma sendiri. Oh, betapa membingungkannya kami ini.

Beberapa bulan kemudian, secara kebetulan saya dan Rahma menempati tempat kursus yang sama. Tempat kursus tersebut menyediakan kursus sempoa dan Bahasa Inggris untuk anak seusia kami. Saya memilih untuk belajar sempoa sedangkan Rahma, entah dia mengambil keduanya atau hanya kursus Bahasa Inggris. Yang pasti, dia pernah menjadi perantara antara saya dengan teman kursus Bahasa Inggrisnya untuk saling berbalas surat cin*a #doh. 

saya dan Rahma saat perkemahan Sekolah Dasar

Bisa dikatakan saya dan Rahma tidak begitu dekat sejak awal kami bertemu. Bahkan itu berlanjut saat kami kembali dipertemukan di SMP yang sama. Kelas yang berbeda, organisasi yang berbeda, serta kesibukan yang berbeda membuat saya dan Rahma tidak banyak berinteraksi ketika berpapasan di sekolah. Setelah lulus SMP, Rahma melanjutkan pendidikan di salah satu Sekolah Kejuruan di Makassar. Setelah beberapa tahun tak mendengar kabarnya, akhirnya kami bersua di salah satu tempat bimbingan belajar. Dan oh, kami sekelas lagi. 

Hampir setahun saya dan Rahma berada di kelas yang sama dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional dan SNMPTN. Lambat laun, kami semakin akrab dan saling mengenal satu sama lain. Ketika kegiatan midnight tiba, layaknya simbiosis mutualisme yang menguntungkan dua jenis makhluk hidup, saya akan mengerjakan soal-soal Matematika dan Rahma mengambil bagian untuk soal-soal Bahasa Inggris. Setelah itu, kami akan bertukar jawaban masing-masing karena saya lemah di pelajaran Bahasa Inggris, begitu juga Rahma sebaliknya. 

kelas XII SMA. memakai baju persatuan dari tempat bimbel

Dari mulai membeli pin SNMPTN, mendaftar di beberapa kampus cadangan, bahkan gagal di tahapan test Sekolah Kedinasan, saya dan Rahma selalu barengan. Dan alangkah bahagianya kami ketika akhirnya kami lulus di jalur penerimaan yang sama, bahkan di kampus yang sama. Tidak hanya itu, kami berdua lulus di jurusan yang kami inginkan sejak sebelumnya kami memikirkan beberapa jurusan yang cocok saat di tempat bimbingan. Rahma di jurusan Ilmu Komunikasi, sedangkan saya jurusan Matematika. 

Karena jarak antara rumah saya dan rumah Rahma lumayan dekat, maka seringkali kami melakukan lari pagi sembari berbincang tentang apa saja. Ah ya, kami mempunyai nama panggilan khusus masing-masing. Saya memanggilnya Amsky, dan dia memanggil saya Cumsky :3 Jadi, saya melihat banyak perubahan pada diri Amsky sejak ia bergelut di jurusan Komunikasi. Dia tidak canggung lagi saat berada di keramaian, semakin supel, dan tentunya semakin update mengenai perkembangan informasi. Sejak dulu, Amsky selalu bercita-cita ingin studi ke luar negeri. Tak jarang dia mengungkapkan hal tersebut di sela-sela kami berbincang. Karena Amsky, saya akhirnya banyak tahu mengenai penulis-penulis luar. Mulai dari Mitch Albom, Chitra Banerjee Divakaruni, dan masih banyak lagi. Saya paling senang jika berkunjung ke toko buku bersama Amsky. Pendapatnya mengenai banyak buku selalu menambah wawasan saya sedikit demi sedikit. 

Amsky merupakan salah satu motivasi saya untuk terus membaca. Dia mengajarkan saya banyak hal mengenai buku. Dari memilah plastik pembungkus buku yang baik, cara membungkus buku yang rapi, hingga bagaimana ia menghemat agar dapat memperbanyak koleksi-koleksi bukunya. Dikarenakan sejak akhir semester kemarin Amsky sangat disibukkan dengan magang di salah satu kantor redaksi televisi lokal Makassar, kami pun jarang bertemu. Sampai akhirnya ia mengabari saya beberapa hari yang lalu bahwa ia lulus seleksi Student Exchange ke Australia dan berangkat tanggal 15 mendatang. Wooooooow, Amskyyyy :O

"Dulu kami tidak takut bermimpi, walau sejujurnya juga tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihatlah hari ini. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian ke pelukan masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. ... . Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar" - Ahmad Fuadi, Negeri 5 Menara

Selamat berjuang, Amsky. Impian lambat laun akan menjadi nyata, pada waktu yang tidak pernah kita sangka-sangka. :')


1 komentar:

Rahma Nasir mengatakan... Balas

cumskyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy :'''''))